Halaman

just 4 U

Entah darimana semua ini bermula. Dari ketiadaan, semuanya datang tiba-tiba. Tak terasa. Senyap. Tapi kini semua nyata.
Awalnya mungkin hanya terpikir tuk menjadikan semua yang ada sebagai kenangan manis. Kenangan indah tentang satu perjalanan hidup. Satu episode kehidupan. Satu langkah dari seribu langkah hidupku. Satu babak dari semua babak cerita yang diukir oleh-Nya untukku.
Aku mengenalnya. Seseorang yang harusnya kukenal satu tahun yang lalu. Namun kini, satu tahun telah berlalu dan aku baru mengenalnya. Teman seangkatanku. Salah seorang teman seperjuanganku. Satu dari sedikit jumlah siswa di angkatanku. Aneh bukan?
Bagaimana bisa diantara siswa yang jumlahnya hanya mencapai angka 100, aku tak bisa mengenali mereka semuanya. Padahal kegiatan sekolah telah dirancang khusus sehingga memungkinkan pertemuan siswa dari pagi hingga sore hari. Tapi tetap saja aku tak mengenalnya walau dalam satu tahun yang telah lewat, kelas kami senantiasa bersebelahan.
Mungkin karakter kami yang menyebabkan hal ini. Orang bilang, aku pemalu. Dia juga pemalu. Kami cenderung aktif di dalam lingkungan kami sendiri. Di kelas masing-masing. Di luar kelas, kami antara ada dan tiada. Ada wujud, tak terdengar suara. Hanya sesekali aktif, itupun berusaha untuk tidak menonjolkan diri.
Ah, sudahlah. Masa itu sudah berlalu. Kini, aku dan dia sekelas. Pendiam versus tak banyak omong. Itu penilaian dari luar. Tapi segera saja kami akrab. Kami merasa cocok satu sama lain. Aku merasa senang karena telah berteman dengannya. Dia pun….ehm…. aku tak tau harus mengatakan apa. Jika aku bilang dia juga merasa senang, aku tak tau bagaimana perasaannya sesungguhnya. Apa dia senang berteman denganku? Atau dia berteman denganku karena terpaksa? Jujur, aku berharap poin pertama yang jadi alasannya. Lagipula, siapa sih yang ingin orang lain berteman dengannya karena terpaksa? Aneh!
Melki. Dia lah orang yang aku maksud. Teman sekelasku. Teman yang baik, pengertian dan dewasa. Aku senang berteman dengannya. Dan ya… aku mengaguminya. Aku senang bisa berteman dengannya. Masa-masa bersamanya, masa-masa sekelas dengannya memberi warna tersendiri bagiku.

***
“Mel, ntar jadwal kita piket lho. Gimana ni? Yang lain pada sibuk dan gak bisa piket sore ini,” tanyaku pada Melki.
“Emang yang lain sibuk apa?”
“Gak tau. Tanya aja sana bujuk sekalian ya supaya mau piket. Supaya ntar cepat selesai. Aku ngantuk ni. Ya…ya…ya…?” bujukku.
“ Iya. Ntar aku bujuk,”
“ Wah, Melki keren. Ya udah, ntar ya. Aku ke kantin dulu. Daa Melki,”
“ Eh tunggu. Aku ikut,”
“ Lho, mau ke kantin juga?”
“ Nggak sih. Tapi ya…daripada nggak ada kerjaan,”
“ Ok. Yuk pergi,”
“ Fir, boleh nanya?”
“ Nanya apa? Tanya aja!”
“ Kamu berapa bersaudara sih?”
“ TIga. Aku anak sulung. Kamu?”
“ Ih, ikut-ikutan! Aku juga tiga bersaudara. Tapi aku anak bungsu,”
“Anak bungsu? Dimanja lah ya,”
“ Ah, gak juga”
“ Yang pertama sama kedua cewek atau cowok? Dimana sekarang?”
“ Yang pertama cewek. Sekarang di…..”
Cerita Melki berlanjut. Aku senang bisa mengetahui keluarganya. Dan satu hal yang paling kuingat dari ceritanya sore itu. Dia punya abang yang bernama bang Indra. Besok-besoknya aku jadi lumayan sering nanya bang Indra. Gak ada maksud apa-apa sih. Cuma pengen ganggu dia aja. Tapi sayang, beberapa tahun kemudian bang Indra menikah. Aku patah hati deh. Hahaha….
***
“ Mel, rumah kamu ke arah Sudirman ya?” tanyaku pada Melki menjelang apel pagi.
“ Iya. Kenapa?”
“ Aku boleh minta tolong?”
“ Minta tolong apa?”
“ Nitip buku. Adek aku minta beliin buku islami. Tapi kan enaknya nyari di toko Senyum Muslim aja. Disana kan lumayan lengkap. Kalo aku kesana, kan lumayan jauh. Berlawanan arah sama rumahku lagi. Lagian takutnya udah tutup tokonya kalau pergi sore nanti sehabis sekolah. Karena rumah kamu lewat sana, aku boleh nitip ma kamu gak?”
“ Ooo…boleh. Emang judulnya apa?”
“ Nikah Dini dan Merit Yuk,”
“ Itu adek qo yang mesan atau qo? Hayo, jujur aja. Aku gak marah kok!” godanya sambil tersenyum.
“Wua…gak ya. Adek aku tu yang mesan. Aku kan sebagai kakak yang baik cuma membantu adek aku aja,”
“ Kakak yang baik? Yakin?”
“ Nggak sih. Lebih tepatnya dibilang kalau aku tu kakak yang paling baik sedunia. Hahaha…”
“ Arghh….suka kali fitnah diri sendiri. Tobat buk!” ejeknya.
“ Gak fitnah kok. Kenyataan!” jawabku sambil memberikan senyum termanisku.
“ Sabar Mel. Dunia emang kejam,” ujarnya pada diri sendiri.
Aku hanya tertawa melihat tingkahnya. Teman yang aneh!
***

Sudah beberapa hari ini, aku gondok banget sama Melki. Tiga hari dia absen karena harus mengikuti perlombaan sains yang diadakan di luar kota. Dan beberapa hari sebelum lomba itu diadakan, aku udah wanti-wanti dia untuk pamitan sama aku sebelum pergi. Ya… aku kan pengen minta oleh-oleh juga. Hehehe….
Tapi gak taunya dia pergi gitu aja gak pamitan sama sekali. Makanya aku jadi gondok sama dia. Nyebelin banget emang tu anak. Udah capek-capek aku ngingetin dia, eh tetap aja dia pergi tanpa pamit. Tiga hari nggak ada kabar berita. Trus tadi dia akhirnya pulang juga. Dari sekolah kami ada beberapa utusan yang disuruh menjemput peserta lomba sains itu ke bandara. Untungnya aku dikasih izin juga untuk ikut. Beberapa teman yang lain, peserta lomba yang lain, mulai nampak keluar. Tapi Melki belum kelihatan sama sekali.
Gak lama kemudian, dia keluar juga. Ternyata ada orangtuanya yang menjemput. Kondisi bandara yang ramai, kehadiran orangtuanya, dan juga kehebohan teman-temanku menyambut kedatangan peserta lomba membuatku segan mendekati Melki.
Besoknya saat di sekolah, barulah aku bisa meluahkan perasaanku. Aku datangi dia dan tanya mengapa dia melakukan hal itu.
“ Katanya mau pamitan, tapi ternyata pergi malah gak bilang-bilang,” marahku sambil memasang tampang cemberut.
“ Ups, maaf. Waktu tu perginya tiba-tiba. Abis makan siang, aku disuruh siap-siap trus langsung pergi. Makanya gak sempat pamitan. Maaf ya….”
Aku hanya diam. Masih gondok sih. Tapi kalo dipikir-pikir, kenapa aku harus marah? Kenapa dia harus pamitan sama aku? Aku kan temannya. Ya… paling banter sahabatnya lah. Walaupun memang hingga saat itu, kami masih belum bisa dkatakan sahabat. Belum sampai ke tingkat itu lah. Jadi, gak wajib kan dia pamitan sama aku? Aku merasa kekanak-kanakan waktu itu.
“ Ya udahlah. Sorry aku marah-marah,” kataku sambil berlalu pergi.
Ya… jujur, masih agak gondok sih rasanya waktu itu. Makanya aku pengen segera menjauh dari dia dan menenangkan perasaanku.
***
Lima tahun kemudian….
Hari ini aku janji ketemuan sama Melki. Empat tahun lamanya kami telah menamatkan SMA dan tidak pernah bertemu sekalipun. Kali ini aku akan bertemu dia.
Oh iya, aku lupa cerita ya gimana hubungan kami setelah tamat sekolah? Aku dan dia makin dekat. Dia jadi sahabatku. Salah satu sahabat terbaikku. Dia jadi teman curhat dan penyemangatku. Aku bersyukur karena bisa bersahabat dengannya. Hidupku menjadi lebih indah. Ya…walau kami belum pernah bertemu sekalipun setelah tamat sekolah, aku dan dia tetap berhubungan baik kok. Dia di Palembang dan aku di Bandung. Kami berjuang melanjutkan sekolah tuk masa depan yang lebih baik.
“ Fir, rumah kamu dimana? Ntar aku jemput jam 7 ya,” katanya lewat sms.
“ Ok D. Tapi jangan telat ya. Awas lho kalau sampai telat! Tak cincang ntar!” balasku.
“ Ih, ganas dang. Ya udah, tunggu aja ya. Gak sabar nih pengen ketemu,”
“ Aku juga. Udah lama ya aku nggak ngejek kamu. Hahaha…. Y udah. See U soon. Jangan mpe telat. Ingat!”
“Ok,”
Setelah itu, kukirimkan alamatku beserta detail jalannya. Melki pun menjemputku tepat jam 7. Hahaha…nggak nyangka. On time juga ni cowok.
Pas liat dia datang, agak deg-deg-an sih. Empat tahun gak jumpa, gimana ya dia sekarang? Makin anehkah? Makin ganteng? Makin gak beraturan? Atau makin gimana?
Dan akhirnya aku bisa melihat wajahnya, penampilannya setelah 4 tahun terpisah. Sumpah, aku deg-deg-an banget waktu itu. Untung aja aku gak lupa bernapas. Hehehe…
“ Jalan sekarang?” katanya.
Aku hanya mengangguk dan pamitan sama orang rumah. Kamipun pergi jalan sambil cerita tentang banyak hal. Awalnya memang agak aneh sih rasanya. Agak kikuk. Untungnya lama kelamaan, kami jadi biasa lagi. Saling bertukar kabar, cerita dan saling bertukar ejekan!
“ Eh iya, laper nih. Makan yuk!” ajakku.
“ Boleh. Mau makan dimana?” tanyanya.
“ Gak tau. Terserahlah makan dimana. Yang penting makan,”
“ Hm…maunya makan apa?”
“ Apa ya? Terserahlah. Yang penting enak,”
“dimana ya? Mau makan bubur ayam gak?”
“ Hm…boleh deh. Aku udah lapar banget nih,”
“ Nggak makan dulu tadi?”
“ Makan dulu? Haloooo, siapa sih yang ngajak ketemuan pagi-pagi buta? Jam 7 mas! Gimana mau sarapan, orang belum sempat masak tadi,”
“ Kok gak sempat? Bagun jam berapa tadi?”
“ Sebelum azan subuh,”
“ Trus?”
“ Kan mandi dulu. Ngantri. Belum lagi mau siap-siap. Jadi ya gak sempat,”
“ Ooo…,”
“ Ooo… Dasar!” omelku.
Dia hanya tertawa. Ah, tawanya. Kangen aku mendengarnya.
“makan disini aja ya,” katanya sambil menunjuk ke sebuah tempat.
“ Sip!”
Kami pun turun, masuk, lalu memesan makanan. Kembali kami bertukar cerita tentang banyak hal. Bahkan, sambil makan pun kami masih tetap bercerita.
“ Fir, boleh nanya gak?”
“ Nanya apa?”
“ Tapi kamu janji ya gak bakalan marah!”
“ Hm… emang mau nanya apa sih?”
“ Janji dulu!” tuntutnya.
“ Iya. Aku janji aku gak bakalan marah,” ucapku penasaran.
Melki mengambil sesuatu dari sakunya.
“ Would U marry me?” katanya sambil menyodorkan sebuah cincin kepadaku…
The End


Note:
Kepada siapapun yang bernama Melki dan Fira, beruntunglah karena nama kalian diperkenalkan disini :D
Kepada sahabat-sahabatku, I Love U guys.
Kepada my kooky alexxx, gak sabar nunggu tanggal 12! ;-)







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih ya karena sudah berkunjung dan memberi komentar di postingan ini ^_^

Oiya, kalau kamu ingin berkomentar, tapi nggak punya akun blogger, kamu bisa pilih openID, ntar bisa masukin link email ato URL kamu lainnya. Lalu, kasi komentar deh :)