Halaman

12 Januari 2014

Individualisme Orang Pekanbaru


Wah, judulnya keren ya? Hehehe....

Sebelum saya cerita, saya mau mastiin dulu nih. Individualisme itu artinya kurang lebih orang yang memikirkan dirinya sendiri aja kan? Yang nggak peduli atau cuek sama orang lain? Kalau misalnya salah, ya individualisme yang saya maksud disini ya itu, orang yang cuek sama orang lain.

Beberapa bulan lalu, salah seorang keluarga saya pernah bilang:
“Orang pekanbaru ini  individualismenya tinggi ya. Pernah saya naik bus kota, penuh nih bus kotanya. Pas ada ibu-ibu yang naik, nggak ada anak muda tu yang mau ngalah dan ngebiarin ibuk tu duduk. Terpaksa lah ibuk tu berdiri pegangan tangan ke busnya. Parah kali lah orang pekanbaru ni,”


Saya juga teringat, kalau misalnya di bus kota gitu, kayaknya ada aturan yang nggak tahu tertulis atau nggak bahwa harusnya mendahulukan orang yang lebih tua untuk duduk. Kemudian perempuan, terutama perempuan yang hamil ataupun bawa anak.


Nah, beberapa hari yang lalu, saya naik bus kota nih menuju Pasar Pusat Pekanbaru. Naik dari Panam. Pas naik, untungnya masih ada tempat yang kosong. Duduklah saya dengan manis disitu. Di jalan, beberapa orang naik dan turun. Banyakan yang naik memang. Penuh sudah tempat duduknya.

Pas ada ibu-ibu yang naik bawa anaknya, bapak yang duduk di dekat pintu bus langsung berdiri dan menyilakan ibu itu duduk di tempat duduknya. Wah, salut  saya sama bapak tersebut. Mau ngalah.

Beberapa orang naik lagi. Kebanyakan anak muda, cowok. Di dekat jalan Arifin Ahmad, ada ibu-ibu yang naik. Karena nggak ada tempat duduk, ibu itu nyari tempat pe-we untuk berdiri. Berdiri lah ibu itu di dekat saya. Jalan diantara bangku bus itu lumayan sempit karena banyak yang berdiri. Mana waktu itu kenek bus mau lewat disitu lagi kayaknya dan pengamen yang ada di bus pun lagi mau jalan ke belakang. Maka, saya biarkan saja ibu itu berdiri dulu disitu. Namun, saat udah aman, nggak ada yang mau lewat lagi, saya pun berdiri dan menyilakan ibu itu untuk duduk.

Ibu itu nanya emangnya saya udah mau turun atau gimana, saya bilang aja belum karena memang perjalananku masih jauh hingga tempat pemberhentian terakhir bus ini. Ibu itu pun enggan untuk duduk karena tahu saya belum mau turun, jadi beliau pun menyilakanku untuk kembali duduk. Nggak mungkin saya duduk lagi, kasian juga si ibu. Saya bujuk ibu itu untuk duduk. Wong saya masih muda, masih lebih sanggup lah berdiri dibanding si ibu.

Dengan senyum tersungging di bibirnya, si ibu bilang makasih sama saya berkali-kali. Wah, rasanya senaaaaaaaaaaaaannnngggg banget waktu itu. Dalam hati saya mikir, “Emang ya kalau kita berbuat baik itu enak banget. Damai, tentram, bahagia,”

Mungkin memang hal tersebut merupakan perbuatan kecil, tapi bisa berarti banget buat orang lain. Ucapan tulus si ibu bener-bener bikin saya senang. Semakin semangat untuk menebarkan kebaikan di muka bumi (halah, bahasamu Nak! :D)

Trus kan (belum selesai ceritanya nih), beberapa menit kemudian ada yang turun. Jadi, ada satu bangku yang kosong. Biasanya kan pada berebutan tuh supaya bisa duduk. Eh, malah nggak ada yang duduk disitu. Bapak-bapak yang berdiri paling dekat dengan kursi itu meyilakan mahasiswi akbid yang berdiri di dekatnya untuk duduk.

Ada dua mahasiswi disitu. Temenan kayaknya. Jadi, karena cuma ada satu bangku kosong, mungkin nggak enak mereka untuk duduk. Nggak setia kawan ntar jadinya kan, yang satu duduk, yang lain berdiri. Maka mereka pun mutusin untuk nggak duduk. Salah seorang dari mereka (posisinya tepat di belakangku)  menepuk tanganku dan menyilakanku untuk duduk. Kursi yang kosong itu letaknya sekitar tiga baris dibelakangku. Jalan di antar kursi itu udah penuh, malas deh jalan nyempil-nyempil gitu supaya bisa duduk di kursi itu. Saya pun menggeleng dan menyilakan mereka duduk.

Ternyata dan ternyata, nggak ada yang jadi duduk disitu akhirnya. Si bapak yang berdiri di dekat kursi itu mungkin merasa nggak pantas untuk duduk karena masih ada cewek-cewek yang berdiri. Teringat lagi kata-kata keluargaku sebelumnya kalau orang pekanbaru itu individualismenya sekarang tinggi. Nah, dari kejadian itu ketahuan kan kalau pernyataan itu nggak benar? Orang pekanbaru masih peduli kok dengan sesama. Nggak cuek-cuek bebek aja.

Tapi, pernah juga memang nggak ada yang mau ngalah gitu pas kali lainnya saya naik bus. Saya mau ngalah, tapi posisinya waktu itu dekat jendela. Dan orang yang menurutku pantas untuk duduk, berdiri lumayan jauh dariku. Mana jalan antarbangku itu padat banget, susah mau  bergerak. Ya udah deh, nggak ngalah jadinya.

Dari situ saya mikir, mungkin nggak ada yang mau ngalah karena memang nggak peduli atau kadang mereka enggan karena nggak ada yang ngalah juga sebelumnya. Nggak ada yang jadi pelopor. Kadang kan orang kita suka kayak gitu, karena nggak ada yang jadi pelopor, malas deh berbuat kayak gitu. Takut dianggap sok baik, dll. Padahal ya, nggak harus ada yang jadi pelopor dulu, nggak harus nunggu orang lain berbuat dulu, kalau memang itu hal yang benar dan baik untuk dilakukan kenapa nggak langsung kerjakan aja? Syukur-syukur dengan kita berbuat baik, jadi contoh bagi orang lain dan menebarkan semangat untuk berbuat kebaikan dimana-mana. Ya nggak? ;-)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih ya karena sudah berkunjung dan memberi komentar di postingan ini ^_^

Oiya, kalau kamu ingin berkomentar, tapi nggak punya akun blogger, kamu bisa pilih openID, ntar bisa masukin link email ato URL kamu lainnya. Lalu, kasi komentar deh :)